You are currently viewing Sepatu Tua Pak Ahmad

Sepatu Tua Pak Ahmad

Oleh :Silvia Dwi,S.IP, S.Pd (Guru SD Negeri 6 Pangkalpinang)

Kutatap lamat-lamat sosok di depanku, memastikan bahwa benar sosok itu adalah dirinya yang kucari. Yah,benar. Beliau adalah Pak Ahmad, guru kelasku di SD dulu. Puzzle-puzzle kenangan pun hadir dalam pikiranku. Tidak sulit menyusunnya, karena kenangan itu begitu rapi terpajang. Tidak banyak yang berubah dari sosoknya. Senyum khas ketika bertemu orang lain seakan memberikan energi bagi siapapun yang memandangnya. Kulit keriputnya saja yang kini menghiasi wajah dan tubuhnya, seolah mempertegas usia senjanya. Kesederhanaan dan ketulusannya masih sama, masih hangat terasa.Hari ini matahari begitu terik menyinari bumi. Walau sudah dua botol minuman mineral membasahi tenggorokan, nampaknya kesejukan yang dihadirkan tidak begitu terasa. Aku pun menghela napas. Kulihat ada satu bungkusan cokelat tergeletak di sudut tasku. Kubuka bungkusannya untuk segera kulahap tanpa ampun. Yah, perutku begitu lapar dan haus. Pagi tadi, aku tidak sarapan karena bangun kesiangan. Ini adalah hari pertama kami berada di kelas 6. Sosok guru kelas yang sudah kami ketahui namanya belum juga hadir memasuki kelas. Suasana kelas menjadi sangat gaduh. Ada yang bercerita dengan hebohnya terkait liburannya, ada juga yang membuat temannya menangis dengan kejahilannya. Biasanya aku juga merupakan barisan anak yang suka membuat orang lain menangis. Seantaro sekolah pun tahu kenakalanku. Suka berkelahi, suka bolos, jarang mengerjakan tugas, dan suka mengganggu orang lain. Tapi hari ini, aku malas melakukan apa-apa. Aku keluar dari kelas. Sedikit mengintip agar tidak ketahuan guru lainnya, aku melangkah menuju belakang sekolah yang rimbun tertutupi pohon yang besar. Kuputuskan untuk bolos hari ini. Angin sepoi-sepoi meninabobokanku dalam tidur yang cukup panjang. Hingga aku tersadar bahwa aku sudah terlelap cukup lama. Mungkin sekolah ini sudah tidak berpenghuni lagi karena semua orang sudah kembali ke rumah masing-masing. Aku pun menggeliat sambil menggosokkan mataku, mencoba memulihkan kesadaranku seutuhnya dari mimpi-mimpi lelapku. Kekagetan yang luar biasa menjalar di tubuhku saat sosok Pak Ahmad berada di sampingku, duduk sambil membaca buku. “Pak Ahmad?” “ Fahri, Alhamdulillah kamu sudah bangun. Nyenyak tidurnya?” Aku bingung menatap guru di hadapanku. Harusnya ia akan memarahiku bahkan memukulku karena bolos dari kelasnya. Apalagi mengetahui kalau aku tidur di belakang sekolah.

Tinggalkan Balasan