You are currently viewing Sarung Ketupat

Sarung Ketupat

Cerpen Oleh: Herlina – Kepala SMPN 2 Pangkalpinang

“Banyak sekali? Semuanya berapa, bu?” Aku memasukkan satu persatu dengan pelan ke dalam panci yang airnya sudah mendidih.
Sebuah Panci bermotif lurik yang selalu dipakai setiap tahun.
Sesekali tanganku terangkat karena kepercik air panas.
“Hati-hati” terdengar pekikan ibu dari dapur.
Ibu membuat tungku di luar agar aktivitas di dapur tidak terganggu.
“Semoga tidak hujan” batinku.
Aku beriniaiatif menghitungnya karena ibu tak kunjung menjawab pertanyaanku.
“setiap ikatan ada 6 buah, semua ada 30 ikatan” tetiba ibu sudah berada disampingku seolah tahu apa yang aku pikirkan.
“Tinggal kali kan saja, Na” ibu berkata sembari menambah kayu bakar ke dalam tungku.
Aku yang duduk di kelas 4 SD kala itu menggerak-gerakkan bibir mulai menghitung.
“Ibu, sedikit lagi dua ratus, mengapa sebanyak ini, bu?”
Ibu tidak mendengar, karena sudah beranjak dari hadapan ku.
Aku buru-buru, dua hari lagi lebaran, aku belum menyiapkan segala sesuatu, ntah bagaimana kondisi di rumah.
“Na, jadi mudik?” Arlin mendekatiku, teman yang paling memahami keadaanku selama ini.
“Jadi, sebentar lagi berangkat, aku pamit ya Lin, maaf lahir batin, da … da…” aku meninggalkan Arlin yang kebingungan.
Aku segera berlari menuju bus yang sudah menunggu di ujung gang.
“Ibu …, sesudah dibuat tiga gelang, selanjutnya bagaimana” aku mengekori kemana pun ibu bergerak.
Daun janur pun sudah lecek dan kemerahan sanking seringnya dipegang-pegang.

Tinggalkan Balasan