You are currently viewing Sarung Ketupat

Sarung Ketupat

Ibu menjeda kegiatan mencuci piring, diambilnya sebuah janur tergeletak di atas meja.
“duduk sini, Na” ibu menepuk sofa usang yang menghadap ke pekarangan.
Dengan telaten dan sabar ibu mengajariku kembali cara membuat sarung ketupat, tak terhitung yang ke berapa kalinya ini ibu mengajariku.
“Nanti kalau Na sudah bisa membuat sarung ketupat, ajari saudara-saudara Na dan anak-anak Na, ya.”

Aku tersentak dari lamunan, bus ngerem mendadak, kata para penumpang bus menghindari seorang ibu yang tiba-tiba menyeberang.

Ku pejamkan mata, bayangan ibu berkelebat lagi.
“Dari 6 bersaudara hanya kamu Na yang bisa membuat sarung ketupat, buatlah yang banyak. “

Aku senang bukan kepalang, ternyata aku bisa dan seharian tidak beranjak hanya membuat sarung ketupat.

Bus berhenti di terminal, aku bergegas turun, aku menuju pasar tradisional untuk membeli beras dan lain-lain perlengkapan lebaran.
Setelah dirasa cukup, aku menuju angkot yang membawaku pulang ke rumah.
Tiga jam di perjalanan sebenarnya membuatku lelah namun, lelah itu sirna manakala melihat adik-adikku berdiri menatap pohon kelapa tua di depan rumah.
“Kakak sudah datang, syukurlah” seorang adik laki-laki ku menyapa.
“kalian sedang apa berkumpul di sini?” Aku rangkul pundak mereka satu persatu.
“Kami bermaksud mengambil janur, agar nanti kakak bisa buatkan ketupat untuk kami”
Sela salah satu adik perempuanku.
Aku menggangguk tanda setuju.
“Tapi hati-hati ya”

Dengan cepat aku masuk ke rumah dan berganti pakaian, aku segera membuat sarung ketupat, karena besok sarung ketupat harus diisi beras dan direbus.

Semua adik-adik duduk melingkar memperhatikan gerakan tanganku membuat sarung ketupat. Aku tak sempat mengajari mereka secara detil, karena sarung ketupat harus selesai hari ini dan berjumlah banyak.

Tanpa sadar aku masih menyambung lamunanku saat di bus tadi.
“Na, mengapa kita harus menyiapkan ketupat setiap Idul fitri? Karena dengan membuat ketupat akan mengundang rindu saudara-saudaramu dan juga anak-anakmu kelak, mereka akan rindu dengan suasana kebersamaan, berkumpul bersama menyantap ketupat, dan memang harus banyak agar seluruh anggota keluarga puas dan kenyang.” Ibu terkekeh diikuti dengan suara tawaku.

Tinggalkan Balasan