Bagian 12 – Malam Terakhir di Korea
Melangkah ke Kamar dengan Hati yang Penuh – Pukul tujuh malam, aku berjalan perlahan menuju kamar di dormitory untuk terakhir kalinya. Langkahku terasa lebih lambat dari biasanya, bukan karena lelah, tetapi karena aku ingin menikmati setiap detik di malam terakhir ini. Sepanjang koridor, suara langkah kaki terdengar menggema, menyatu dengan keheningan yang melingkupi gedung. Lampu-lampu di sepanjang lorong memancarkan cahaya lembut, menciptakan suasana yang menenangkan. Aku menatap ke arah pintupintu kamar yang berjajar rapi, menyadari bahwa di balik setiap pintu itu ada cerita, ada perjalanan, ada kenangan yang telah terukir selama beberapa hari terakhir. Ketika aku membuka pintu kamar, aroma yang familier langsung menyambutku—campuran aroma kayu furnitur dan udara dingin dari jendela yang sedikit terbuka. Kamar ini telah menjadi tempatku merenung, menulis, dan beristirahat di tengah hari-hari yang padat. Aku meletakkan tas di atas meja kecil di sudut kamar, lalu duduk di tepi tempat tidur. Pikiranku melayang kembali ke momen-momen yang telah berlalu, mulai dari hari pertama kami tiba hingga detik ini, malam terakhir di Korea Selatan. Rasanya seperti memutar kembali film yang begitu kaya akan warna dan emosi. Aku memandang ke arah meja, di mana sebuah jurnal kecil tergeletak di samping pena yang telah menemaniku sepanjang perjalanan ini. Jurnal itu adalah saksi bisu dari setiap pelajaran, rasa kagum, dan renungan yang kutulis dengan jujur selama program ini. Aku membuka halaman-halaman yang sudah penuh dengan coretan, membaca kembali kata-kata yang kutulis di malam-malam sebelumnya. Setiap halaman mengingatkanku pada pelajaran penting yang telah kupetik—tentang teknologi, kolaborasi, dan semangat untuk menciptakan perubahan. Angin dingin masuk melalui celah jendela yang terbuka. Aku bangkit dan berjalan mendekat, memandang keluar ke arah taman kecil di bawah. Lampu-lampu jalan menyala, memantulkan cahaya ke dedaunan yang bergoyang perlahan. Dari kejauhan, aku bisa melihat beberapa rekan yang masih berbincang santai di taman, tertawa kecil, mungkin berbagi cerita terakhir sebelum perpisahan. Pemandangan ini membuatku tersenyum, menyadari betapa kebersamaan ini telah menciptakan kenangan yang tak tergantikan. Aku menarik napas dalam-dalam, membiarkan udara malam Korea yang dingin memenuhi paru-paruku. Di bawah langit yang gelap tetapi jernih, aku merasa begitu kecil, tetapi sekaligus menjadi bagian dari sesuatu yang besar. Malam ini terasa seperti momen refleksi yang sempurna, sebuah waktu untuk menghargai setiap langkah dalam perjalanan ini.