You are currently viewing Guru Berkompetensi Multikultural

Guru Berkompetensi Multikultural

Oleh: Ria Anggreni, S.Pd.SD. – Kepala SDN 6 Pangkalpinang.

UNDANG-UNDANG Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru Pasal 32 ayat 2, menyatakan bahwa dalam pembinaan dan pengembangan profesi guru, para guru profesional dituntut untuk menguasai empat kompetensi, yang meliputi kompetensi kepribadian, kompetensi pedagogis, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial.

Selain itu, mengingat karakteristik Indonesia yang memiliki beragam kebudayaan, maka sebagai penggerak pendidikan seorang guru harus memiliki wawasan global. Guru adalah aktor utama dalam pelaksanaan pendidikan yang berbasis kultural. Guru merupakan agen kebudayaan yang menjadi teladan dalam penerapan nilai-nilai budaya. Apalagi banyak terjadi perubahan akibat disrupsi di bidang teknologi, sosiokultural, dan lingkungan. Hal ini menjadi tantangan bagi pendidik untuk meminimalisasi ketertinggalan yang ada di berbagai sektor.

Dari enam profil pelajar Pancasila yang akan dicapai pada Kurikulum Merdeka nantinya, ada satu profil yang harus dimiliki murid, yaitu karakter berkebinekaan global. Peran guru di sini menuntun murid untuk memiliki semangat mempertahankan kearifan lokal dan tetap berpikiran terbuka dalam berinteraksi dengan budaya lain, baik budaya antardaerah maupun budaya asing. Dengan semangat ini, maka akan terbentuk budaya baru yang positif dan tidak bertentangan dengan budaya luhur bangsa.

Semboyan Indonesia yang kita kenal dengan Bhinneka Tunggal Ika, dengan arti walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu, merupakan akar dari kebinekaan global. Kebinekaan global adalah perasaan menghormati keberagaman dan toleransi akan perbedaan. Dengan demikian, guru harus mengakomodasi karakter itu yang harus diwujudkan pada murid.

Secara perundangan, pendidikan di Indonesia telah diatur dengan memberikan ruang keragaman sebagai bangsa, yaitu termaktub dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 4 Nomor 20 Tahun 2003. Dalam landasan tersebut, pendidikan diselenggarakan secara demokratis, tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi HAM, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.

Pendidikan di Indonesia juga mewajibkan pendidikan dengan nilai-nilai keagamaan, kultural, dan kemajemukan bangsa. Dengan pendidikan multikultural akan menumbuhkan semangat persatuan di balik keberagaman Indonesia.

Guru sudah semestinya memiliki bekal dan kompetensi yang harus dikuasai agar dapat mengimplementasikan penerapan karakter kebinekaan global. Selain empat kompetensi seperti yang diamanatkan undang-undang guru, guru juga harus memiliki kompetensi multikultural yang memiliki relevansi dengan Bhinneka Tunggal Ika.
Menurut Moule (2012), terdapat empat area penting menyangkut kompetensi kultural ini. Pertama, menghargai keragaman. Kedua, menjadikan diri sadar budaya. Ketiga, memahami dinamika dalam interaksi budaya. Keempat, melembagakan pengetahuan tentang budaya dan melakukan penyesuaian terhadap keragaman budaya. Pendidikan multikultural seyogianya memperhatikan dengan saksama keempat ranah yang dimaksud.

Budaya sudah sangat mewarnai semua kehidupan kita, baik dari berkomunikasi, berpikir, bahkan dalam proses pembelajaran. Dapat dibayangkan apabila seorang guru yang intelek hanya terpaku dengan budayanya sendiri, maka akan terjadi ketimpangan dan “merampas” hak murid yang bukan anggota budaya kita. Namun sebaliknya, jika guru menerapkan kelas multikultural, tentunya guru dapat menerapkan ideologi pembelajaran yang responsif terhadap budaya. Dengan demikian, kemampuan untuk terbuka akan interaksi budaya merupakan keniscayaan.

Guru yang berkarakter multikultural memiliki kepribadian yang sesuai dengan budaya bangsa Indonesia, memahami, dan menerima murid dengan background budayanya masing-masing, dapat mengintegrasikan konten pembelajaran dengan nilai-nilai kebudayaan, dan cakap berkomunikasi serta bergaul dengan murid yang berbeda budaya tanpa diskriminasi.

Kondisi kehidupan global yang terjadi saat ini tanpa batas ruang dan waktu dengan percepatan digitalisasi, baik langsung maupun tidak langsung berdampak terhadap nilai-nilai pendidikan. Pendidikan sebagai salah satu sistem sosial dituntut mampu menyiasati perubahan tatanan nilai di tengah masyarakat. Melalui Kurikulum Merdeka nantinya akan mencerminkan nilai-nilai profil pelajar Pancasila sebagai interpretasi dari tujuan pendidikan nasional dan visi pendidikan Indonesia, yang digunakan sebagai rujukan penyusunan standar nasional pendidikan dan kurikulum.

Rekomendasi UNESCO sangat mendukung kemampuan negara untuk tetap dapat menjaga eksistensinya dalam proses perubahan sosial budaya. Empat rekomendasi tersebut, yakni:

1. Pendidikan hendaknya mengembangkan kemampuan untuk mengakui dan menerima nilai-nilai yang ada dalam kebinekaan pribadi, jenis kelamin, masyarakat dan budaya serta mengembangkan kemampuan untuk berkomunikasi, berbagi dan bekerja sama dengan yang lain.

2. Pendidikan hendaknya meneguhkan jati diri dan mendorong konvergensi gagasan dan penyelesaian-penyelesaian yang memperkokoh perdamaian, persaudaraan, dan solidaritas antara pribadi dan masyarakat.

3. Pendidikan hendaknya meningkatkan kemampuan menyelesaikan konflik secara damai dan tanpa kekerasan.

4. Karena itu, pendidikan hendaknya juga meningkatkan pengembangan kedamaian dalam diri dan pikiran peserta didik sehingga dengan demikian mereka mampu membangun secara kokoh kualitas toleransi, kesabaran, kemauan. Dengan rekomendasi tersebut setiap negara dapat memperkuat eksistensinya dengan mempertahankan kohesi sosialnya.

Guru mempunyai tanggung jawab besar terhadap peningkatan kompetensinya yang sudah dirumuskan dalam undang-undang guru dan aturan-aturan lainnya. Hal ini dimaksud untuk mewujudkan pendidikan dengan roh multikultural.

Guru sudah semestinya menunjukkan reaktualisasi pendidikan berbasis multikultural. Karakteristik murid yang saat ini lebih dominan mengakses informasi dibandingkan orang dewasa yang cenderung pasif akan menjadi bola panas yang akan “meledak” jika tidak difasilitasi dengan tepat oleh guru.

Guru yang mewadahi pembelajaran dengan nuansa multikultural, maka murid yang akan secara mandiri membentuk karakter memahami, merespons, dan menghargai budaya yang berbeda. Kontribusi guru kepada muridnya memiliki pengaruh yang hampir sama besarnya dengan orang tua murid. Guru secara utuh memiliki karakter multikultural demi mewujudkan murid yang berkebinekaan global sehingga kekhawatiran akan isu global dapat ditangkal oleh guru yang berkompetensi

Artikel ini telah tayang di BangkaPos.com dengan judul Guru Berkompetensi Multikultural, https://bangka.tribunnews.com/2022/06/13/guru-berkompetensi-multikultural.

This Post Has One Comment

Tinggalkan Balasan ke Ria Anggreni Batalkan balasan